Kamis, 29 Maret 2012

BUKU KARYA MUHAMMAD LEMBAGA EKONOMI SYARIAH 2007


SEJARAH PERKEMBANGAN BANK ISLAM

Keberadaan lembaga keuangan syariah mulai tercatat sejak lahirnya The Mit Ghamr Bank dilembah sungai nil Mesir pada tahun 1963. Perkembangan lembaga keuangan syariah tersebut telah mencapai sukses yang luar biasa, namun sangat disayangkan karena situasi dan faktor politik sehingga lembaga keuangan tersebut ditutup pada tahun 1969.
Mit Ghamr merupakan salah satu contoh dari lembaga keuangan yang beroperasi didaerah pedesaan. Pada tahun 1972 bank tersebutkembsli beroperasi dengan tujuan utamanya adalah memberikan pembiayaan tanpa bunga (al qordhul hasan) dan atas dasar bagi hasil  keuntungan. Sasaranya adalah para pengusaha kecil dan menengah yang dibutuhkan dana usaha dan juga memberikan beasiswa kepada mahasiswa di Perguruan Tinggi. Karena fungsi sosial inilah maka Nasser Sosial Bank yang berada dibawah pengawasan Departemen Keuangan dan selanjutnya diserahkan kepada Departemen Sosial. Adapun dana yang terhimpun dari anggaran belanja negara dan bantuan kementrian wakaf (Yuliadi,2001: 118).
I.            Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi memainkan peran penting dalam perekembangan sebuah organisasi bisnis ( perusahaan). Faktor ini berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu bank beroperasidan menuntut perusahaan (bank) agar mampu membaca segmen-segmen pasar serta membuat perencanaan-perencanaan strategi sesuai dengan kondisi yang dihadapi dengan mempertimbangkan kecenderungan ekonomi di sektor-sektor yang mempengaruhi industrinya.
II.            Faktor Sosial
Faktor sosial yang bersifat dinamik memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan selera dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat yang sedang mengalami perubahan memiliki kecenderungan untuk berubah dari tahap sederhana ke tahap yang sederhana.
III.            Faktor Politik
Faktor politik menentukan parametel legal dan regulasi yang membatasi operasional bank. Kendala politik dikenakan atas perusahaan melalui antitrust, program perpajakan, ketentuan upah minimum dan penetapan harga.
IV.            Faktor Hukum
Faktor hukum atau perundang-undangan membawa dampak yang sangat mendasar dan sering kali menentukan bagi hidup matinya kegiatan suatu perusahaan termasuk perbankan dalam kurun waktu jangka panjang
V.            Faktor Teknologi
Perkembangan teknologi yang telah terjadi selama revolusi industri telah membawa dampak yang sangat drastis terhadap teknologi produk dan proses.
Beberapa perkembangan teknologi yang dinilai relevan untuk dunia perbankan, antara lain :
1)      Perkembangan perangkat keras
2)      Perkembangan perangkat lunak
3)      Perkembangan on-line sistem
4)      Perkembangan teknologi ATM
5)      Perkembangan teknologi electronik fund transfer
6)      Perkembangan teknologi security system
7)      Perkembangan teknologi communication system


BANK SYARIAH DI INDONESIA

Apabila ditelisik secara historis perkembangan bank syariah di Indonesia, maka akan kita temukan benang sejarah bahwa perekembanganya tidak lepas dari adanya kebijakan deregulasi perbankan di Indonesia. Beberapa kebijakan pemerintah dalam bidang deregulasi seperti deregulasi tahun 1983 dan deregulasi tahun 1988.
Pada tanggal 1 juni 1983 pemerintah mengularkan kebijakan untuk mengembangkan dan membina sektor perbankan agar tumbuh secara sehat dan dinamis. Dengan keluarnya kebijakan 1 juni 1983, pemerintah memberikan kebebasan kepada industri perbankan untuk menetapkan sendiri suku bunga deposito dan pinjaman.
Paket kebijakan 27 oktober 1988 (PAKTO) memberi kesempatan bagi berkembangnya lembaga-lembaga keuangan bank dan bukan bank (LKBB). Dalam bidang perbankan kebijakan ini meliputi, diantaranya :
1.      Pemberian kemudahan-kemudahan dalam membuka kantor lembaga keuangan bank, dan non-bank beserta kantor cabangnya.
2.       Memperkenankan pendirian bank-bank swasta baru antara lain dengan penetapan syarat modal disetor minimal 10 milyar, juga kesempatan untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan modal minimum 50 juta.
3.      Mendorong perbankan untuk menyelenggarakan berbagai bentuk tabungan menarik.
4.      Memperkenankan pendirian bank campuran (Rahardjo, 1995, 231-2).
Prinsip bagi hasil yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 adalah prinsip bagi hasil berdasarkan syariah yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam :
1.      Menetapkan imbalan yang diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan atau pemanfaatan dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya.
2.      Menetapkan imbalan yang diterima sehubungan dengan peyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja.
3.      Menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil.

Semua bentuk lembaga keuangan syariah (bank islam) dalam operasinya berpijak pada landasan nilai-nilai islam.
Secara garis besar dapat diklasifikasikan kedalam tiga usaha :
1.                   Rekening giro (current account/al-wadi’ah)
2.                   Buku tabungan ( saving account/al-wadi’ah)
3.                   Tabungan berjangka (deposit/al-mudarabah)
Rekening giro (current account/al-wadi’ah), yaitu perjanjian simpan-menyimpan atau penitipan barang berharga atas pihak yang mempunyai barang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan perjanjian bahwa barang yang dititipkan adalah untuk menjaga keselamatan, keamanan.
Barang-barang tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali sebagian atau seluruhnya. Produk perbankan modern yang serupa dengan perjanjian ini adalah giro, deposito, dan tabungan.
Wadiah dibedakan menjadi dua yaitu wadiah dhamanah yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana atau barang titipan untuk di dayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip. Sedangan wadiah amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang atau dana yang dititipkan.
Al Mudarabah atau al Qirad, yaitu perjanjian kesepakatan bersama antara pemilik modal (the bank) dan pengusaha (entrepreneur/mudharib). Pihak pemilik modal sepakat untuk menyediakan dana atau membiayai proyek entrepreneur. Sedangkan pihak pengusaha memutar atau mengelola modal untuk suatu kegiatan ekonomi yang produktif dan secara syariah halal. Dalam akad ini kedua belah pihak menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing) yang akan diperoleh.
   Dengan demikian terdapat beberapa unsur penting dalam sistem ini, yaitu :
1.      Adanya kesepakatan bersama yang merupakan prasyarat bagi kedua belah pihak, pemilik modal (shohib al mal/bank) dan pihak entrepreneur/al mudharib untuk membiayai sepenuhnya 100% proyek yang disetujui dalam bentuk pengadaan barang dan modal.
2.      Proyek akan dikelola sepenuhnya oleh pengusaha selaku pemegang amanah tanpa intervensi pihak bank.
3.      Kepakatan tentang proporsi masing-masing pihak baik berupa laba (profit) maupun kerugian (loss) antara keduanya secara musyawarah sebelum proyek dimulai.
4.      Apabila terjadi kerugian, maka bank Islam cara menarik kembali barang modal yang dibiayai pengadaannya. (Mangla dan Uppal, 1990, 192).
Al-Musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal sahamnya dalam suatu kegiatan ekonomi (prpyek) yang biasanya berjangka waktu panjang dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati.
Syarat-syarat yang perlu mendapat perhatian dalam penerapan pembiayaan al-musyarakah dalam operasional perbankan Islam adalah :
1.      Pembiayaan suatu proyek investasi yang telah disetujui dilakukan bersama-sama dengan mitra usaha yang lain, sesuai dengan bagian masing-masing yang telah ditetapkan.
2.      Semua pihak, termasuk bank Islam, berhak ikut serta dalam manajemen proyek itu.
3.      Semua pihak secara bersama-sama menentukan porsi keuntungan yang akan diperoleh secara proporsional sesuai dengan modal masing-masing.
4.      Kesediaan semua pihak untuk menanggung kerugian sebanding dengan penyertaan modal masing-masing bila proyek mengalami kebangkrutan.
Al-murabahah yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual suatu barang dengan harga pokok ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual.
Murabahah dapat dilakukan secara tunai bisa juga secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran atau cicilan, dalam sistem ini juga terdapat persyaratan yang perlu diperhatikan.
Wakalah yaitu perjanjian pemberian kuasa kepada pihak lain yang ditunjuk untuk mewakilinya dalam melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan atas nama pemberi kuasa dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi. (Bank Indonesia, 1994 dalam Triyuwono, I. Eds. 2003, 119).







BAIT MAL WAL TAMWIL

A.      Bait Al Mal Sebagai Institusi Keuangan Publik
Bait mal wal tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga ekonomi dan keuangan yang di kenal luas pada masa-masa awal yang berfungsi sebagai institusi keuangan publik, yang oleh sebagian pengamat ekonomi di sejajarkan dengan lembaga yang menjalankan fungsi  perekonomian modern, bank sentral.
Lembaga keuangan publik ini berhubungan dengan ketentuan, pemeliharaan, dan pembayaran dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi-fungsi publik dan pemerintah. (Islahi, 1997, 249).
B.       Sumber-Sumber Keuangan Bait Al Mal
1.        Zakat dan Shadaqah
Zakat merupakan bagian yang tertentu dari harta yang telah ditetapkan dari harta kaum Muslimin, yang mana harta tersebut berpotensi untuk bertambah, baik disebabkan oleh berkembang biak ataupun karena hasil pengelolaan manusia.
2.        Jizyah (Jaminan Keamanan)
Jizyah adalah harta kekayaan yang harus dibayar oleh non muslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, dan tidak wajib militer. Dengan kata lain, jizyah adalah biaya perlindungan dan jaminan keamanan untuk dirinya serta mendapatkan pelayanan yang diberikan daulah islamiah.
3.        Kharaj
Adalah pajak bumi dari tanah yang diperoleh setelah peperangan kemudian menjadi milik bait al maal. Jumlah kharaj yang dikeluarkan adalah setengah dari hasil produksi, kharaj jenis ini bersifat tetap. Selain itu terdapat kharaj proporsional sebagai bagian dari total hasil produksi pertanian.
4.        Ghanimah
Pada awal kekuasaan islam, tanah juga dipertimbangkan sebagai ghanimah yang penggunaannya juga dibagi antara para pengikut perang. Kebijakan itu berubah setelah masa pemerintah khalifah Umar bin Khattab.
5.        Fay’
Fay’ diperoleh dari barang yang dirampas dari orang-orang yang tidak beriman yang takhluk (menyerah) dalam perang. Fay’ menjadi salah satu pos pemasukan atau sumber penerimaan dari negara islam dan sumber pembiayaan negara.

6.        Ushur
Ushur adalah retribusi atau bea cukai atas barang impor yang dikenakan kepada semua pedagang , dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya lebih dari 200 dirham (Nasution , E. 2006, 229).
C.      Baitul Mal Wal Tamwil
Baitul mal wal tamwil (djazuli, 2002) adalah lembaga keuangan terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya .
Memiliki dua kegiatan sekaligus, yaitu : kegiatan mengumpulkan dana dan kegiatan produktif dalam rangka nilai tambah baru serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia.
D.      Tujuan Bait Mal Wal Tamwil
Memfokuskan diri untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pemberian pinjaman modal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, BMT memainkan peran dan fungsinya dalam beberapa hal :
1.         Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat dan daerah kerjanya.
2.         Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
3.         Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
4.         Menjadi perantara keuangan antara agniyah sebagai shohibul maal dengan dhu’afah sebagai mudhorib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq dll.
5.         Menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif (Ridwan, 2004 : 131).
E.       Operasionalisasi Baitul Maal Wal Tamwil (BMT)
Dalam operasional kegiatannya, BMT pada prinsipnya melaksanakan fungsi dan kegiatan dalam bidang jasa keuangan, sektor riil, dan sosial (ZISWA).
Kegiatan dalam sektor riil juga dalam bentuk penyaluran dana BMT. Penyaluran dana dalam sektor riil bersifat permanen atau jangka panjang dan terdapat unsur kepemilikan didalamnya, kemudian disebut investasi atau penyertaan.

PEGADAIAN SYARIAH

A.      Konsep Rahn dan Gadai
Rahn adalah menahan salah satu harta milik seseorang (peminjam) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Sayyid Tsabiq dalam kitabnya fiqh as sunnah menjelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. Dalam praktek rahn terdapat beberapa unsur yang satu sama lain saling mendukung (mutually inclusive), yaitu nasabah (rahin), harta sebagai jaminan hutang (marhun)  kepada pihak lembaga gadai atau bank sebagai murtahin (Kamil dan Fauzan, 2006, 550).
Selain tujuan dan fungsinya, lembaga rahn dan gadai memiliki beberapa persamaan, antara lain :
a.         Hak gadai berlaku atas pinjaman uang.
b.        Sama-sama mempersyaratkan adanya agunan sebagai pinjaman uang.
c.         Tidak diperkenankan mengambil manfaat atas barang yang digadaikan.
d.        Biaya barang gadai ditanggung oleh pemberi gadai.
e.         Apabila jatuh tempo barang tidak ditebus atau diperpanjang, maka barang gadai boleh dijual atau dilelang. (Muhammad dan Hadi, 2003, 42).
Beberapa aspek yang membedakan rahn dan gadai :
a.              Filosofis antara keduanya
Rahn dilakukan atas dasar motif tolong menolong dan membantu kesulitan seseorang dengan motif mencari keuntungan dan keridhaan Allah.
b.              Cakupan harta yang bisa di gadaikan
Dalam rahn harta yang dapat di gadaikan bisa berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak.
c.              Fleksible
Praktek gadai dalam sistem rahn dapat di lakukan di luar atau tanpa lembaga pegadaian serta tanpa disertai pembayaran bunga.
Rahn menerapkan akad utang piutang dengan mempersyaratkan adanya barang (marhun) sebagai jaminan yang diserahkan oleh pihak yang berhutang (rahin) kepada murtahin (lembaga gadai).


B.       Dasar Hukum (Addilat Al’ahkam) Praktek Gadai
Dalam surat Al-Baqarah ayat 282 yang mengajarkan tentang perjanjian hutang piutang yang perlu di perkuat dengan catatan dan melibatkan saksi-saksi. Sedangkan dalam surat Al-Baqarah  ayat  283 secara tegas diperbolehkan meminta jaminan barang atas hutang.
Ayat-ayat tersebut oleh komisi Dewan Fatwa Majelis Ulama Indonesia di jadikan sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan Fatwa yang membolehkan praktek rahn (gadai). Dalam dasar pertimbangan Dewan Fatwa dikemukakan beberapa butir, yaitu :
1.      Salah satu bentuk jasa pelayaan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang.
2.      Lembaga keuangan syari’ah perlu merespons kebutuhan masyarakat dalam berbagai produknya.
3.      Agar cara-cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan dan menetapkan hukum rahn mubah dengan ketentuan-ketentuan, yaitu ketentuan umum dan ketentuan penutup.
a.              Ketentuan Umum
Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan barang (marhun) sampai semua hutang rahin (yang menyerahkan barang) di lunasi. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun menjadi kewajiban rahin, namun dapat juga dilakukan oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh di tentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
b.              Ketentuan Penutup
Menyangkut persoalan teknis penyelesaian perkara tentang selisih rahn yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak, rahin dan murtahin apabila terjadi sengketa. Apabila salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan antara keduanya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah (BASYAR) setelah tidak tercapai kesepakatan secara musyawarah.

C.      Syarat dan Rukun Rahn
Pasaribu dan Lubis mengemukakan beberapa syarat sahnya transaksi gadai, yaitu :
a.                   Adanya lafadz, yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai.
b.                   Adanya pemberi dan penerima gadai.
c.                   Adanya barang yang digadaikan.
d.                  Adanya hutang.

è Rahn berjalan diatas dua akad transaksi, antara lain :
·                     Akad rahn
Akad yang bertujuan untuk menahan barang/harta milik rahin (penggadai) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
·                     Akad ijarah
Pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.     
D.      Pelaksanaan Rahn dalam Operasional Bank Syari’ah

1 komentar:

  1. NoVCasino Casino - NOVCASINO.COM
    NoVCasino.com offers a worrione no deposit bonus of 100% 토토 사이트 up to €150. No Deposit 출장샵 Bonus is given novcasino to new players only. No deposit bonuses https://septcasino.com/review/merit-casino/ expire

    BalasHapus